Pdt. Benny Tambunan-Ibu Novi Tambunan and Alpian Hutabarat-Bunga Hutabarat
Alpian Hutabarat. and Bunga Hutabarat
Benny Tambunan & Novi Tambunan
Bunga Roselina at Anyer Beach
Alpian Hutabarat Memimpin diskusi Sekolah Sabat
Alpian Hutabarat & Bunga Roselina Pandiangan
Banner Reatreat GMAHK Jemaat Jambrut

Rabu, 18 November 2015

SEJARAH ADVENT DKI JAKARTA

Jakarta, 19 November 2015
SEJARAH ADVENT DKI JAKARTA
SEJARAH ADVENT DKI JAKARTA

Pengantar
Banyak orang yang tidak tertarik membaca buku sejarah. Kata mereka, “Itu adalah kejadian yang sudah lalu. Untuk apa belajar tentang masa lalu. Masa lalu sudah berlalu, biarlah ia berlalu seperti berlalunya waktu. Tetapi sebaliknya, banyak orang ingin tahu tentang masa lalu dan kemudian belajar dari masa lalu itu. Jika ada hal-hal yang tidak menyenangkan pada masa lalu itu, sekaranglah waktu untuk memperbaikinya, dan jika ada kekeliruan, sekaranglah waktu untuk meluruskannya. Sesungguhnya masa lalu adalah sesuatu yang penting untuk diketahui. Jika seseorang tidak tahu masa lalunya, atau tidak tahu sejarah leluhurnya, maka ia disebut seorang kesasar. Tidak ada orang yang mau disebut “kesasar” atau “sesat”, tetapi seorang yang jelas asal-usulnya, dari mana ia datang dan mau ke mana ia pergi. Itulah ciri manusia terhormat, yang di dalam kehormatan itu, ia mampu membentuk indentitasnya, juga terhormat di tengah masyarakatnya.


Dalam konteks ini, sehubungan ajaran Alkitab, rasul Paulus menulis, “Ingatlah akan masa yang lalu.”(Ibrani 10: 32)
Masa yang lalu yang dimaksud oleh Paulus dalam suratnya ini adalah sehubungan terang Injil yang telah membangun iman dan ketekunan di dalam iman itu. Bagaimana teologia Paulus ini tampak di tengah masyarakat Kristen yang mula-mula, khusus pada diri rasul itu sendiri, adalah sesuatu yang sangat penting dan mulia. Itulah sebabnya, ia menegaskan, “Ingat!”
Demikian setiap orang yang mengaku dirinya Kristen, haruslah belajar dari masa lalu, masa lalu  gerejanya, dan sedia menunjukkan kepedulian, juga penghargaan  pada apa yang Tuhan telah buat pada masa lalu itu. “Dalam hal ini, setiap orang Kristen wajib belajar dari sejarah gerejanya masa lalu itu, supaya tidak melupakan caranya Tuhan memimpin gereja itu di masa yang akan datang.”—The History of Our Church, hlm. 379.
“Banyak dari antara mereka yang sejak masuk ke dalam kebenaran tidak tahu sama sekali bagaimana Tuhan melakukan pekerjaan-Nya. . . . Pengalaman para perintis di dalam pekabaran Advent haruslah jelas kepada umat kita.”—Counsels to Writers and Editors, hlm. 145.
Lebih lanjut White menulis, “Sejarah masa lalu pekerjaan Allah haruslah lebih sering dihadapkan kepada umat, tua dan muda. Kita perlu lebih sering merenung-renungkan kembali akan kebaikan-kebaikan Tuhan dan memuji Dia atas pekerjaan-Nya yang ajaib.”—Testimonies to the Church, hlm. 364,365.
Dengan demikian, jelaslah bahwa mengetahui masa lalu adalah penting, dan setiap orang yang mengaku dirinya Adventist, haruslah tahu sejarah gerejanya sendiri.
Dalam tulisan ini dimasukkan juga perintisan pekerjaan di beberapa kota (Timur Jauh yang dimulai di kota Hong Kong oleh Abram LaRue, di Australia oleh S.N. Haskell, dan rombongannya, Henry Scott, William Arnold, J.O. Corlis, dan M.C. Israel, kemudian dari Australia ke Surabaya oleh G.A. Teasdale, Petra Tunheim, G.A. Wood, Annan Nordsrom, dan Gee Nio) untuk menunjukkan gerakan penginjilan itu, sebelum memasuki Batavia.
Diharapkan, setelah membaca tulisan ini, pembaca akan diperkaya pengetahuan tentang kasih Tuhan kepada gereja-Nya, khusus di Jakarta (dulu Batavia) yang sangat mencengangkan, kemudian mencintai gereja itu, dan partisipatif di dalam meluaskannya. Inilah hakekat sebuah panggilan, khusus kepada pembaca yang budiman, untuk siap mengetahui sejarah gerejanya sendiri, dan kemudian memuji-muji Tuhan atas pekerjaan-Nya yang mencengangkan itu.
Pendahuluan
Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (GMAHK) adalah satu denominasi Kristen di dunia yang terkenal rajin belajar Alkitab dan rajin pula mengajarkannya. Selain dari pada itu, GMAHK telah muncul pada waktunya (1863) menggenapi nubuatan Alkitab, dan sesuai namanya adalah kelompok orang Kristen yang taat pada perintah-perintah Allah, termasuk menyucikan hari Sabat, hari ketujuh, dan sangat meyakini kedirian Yesus Kristus adalah Juruselamat umat manusia yang telah jatuh ke dalam jurang dosa. Mereka yang ditebus itu disebut orang-orang kudus, yang menuruti perintah-perintah Allah dan iman kepada Yesus (Wahyu 14:12). Mereka adalah umat yang sedang menantikan kedatangan-Nya yang kedua kali ke dunia untuk menyelamatkan mereka. Itulah sebabnya mereka disebut kaum Adventist.
Demikian kaum Adventist itu sangat mengagumi Yesus Kristus. Bagi mereka,  Dia adalah Penebus dari dosa dan kematian, dan kehadiran-Nya di tengah umat manusia telah membawa kesejukan jiwa dan kedamaian hati. Yohanes menyebut lantang, “Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia.” (Yohanes 1: 29). Sungguh kehadiran-Nya di tengah umat manusia adalah untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka (Matius 1: 21)
Firman agung dan mulia yang mengatakan bahwa setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3:16)
Justru di sinilah letak masalah umat manusia, yakni kematian sebagai akibat dosa. Rasul agung dalam suratnya yang sangat inspiratif dan fundamental itu berbunyi, “Upah dosa adalah maut, tetapi karunia Allah adalah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Roma 6: 23)
Betapa mencengangkan hikayat penebusan itu. Betapa ajaib kasih-Nya yang tiada taranya itu yang Ia nyatakan melalui kematian-Nya, dan kebangkitan-Nya dari kematian yang amat keji itu. Ia telah melaksanakan satu misi yang amat menggetarkan seluruh penghuni jagad dan di dalam kejayaan Ia membawa kemenangan. “Hai maut, di manakah sengatmu? Maut telah ditelan dalam kemenangan.” (I Korintus 15: 54,55)
Di dalam kejayaan atas kemenangan melawan kematian, Ia telah naik ke surga, dan Ia berjanji akan datang kembali menjemput kaum terbusan-Nya itu. Ia sendiri yang berucap, “Aku pergi untuk menyediakan tempat bagimu. Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat mana Aku berada, kamu pun berada.” (Yohanes 14: 3).
Tentang ini, suara surga terdengar di atas bukit Zaitu,  di depan murid-murid-Nya saat-saat kenaikan-Nya, “Yesus ini, yang terangkat ke surga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke surga (Kisah 1:8)
Kata “kamu” di sini menunjuk “murid-murid-Nya sendiri” yang berasal dari pelbagai latar belakang hidup, yang beraneka karakter, sikap dan pembawaan, yang di dalam masing-masing terdapat kekuatan dan kelemahan, tetapi mereka telah terpanggil menjadi murid-Nya. Merekalah yang telah menerima amanat beberapa waktu sebelum kenaikan itu, “Karena itu, pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku . . . . Dan ketahuilah Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Matius 28: 19, 20)
Tentang Injil itu, sebelumya telah disampaikan kepada mereka, “Injil kerajaan itu akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya.” (Matius 24:14)
Demikian pemberitaan tentang Injil itu bagaikan mata rantai yang tak putus-putusnya didengungkan dari satu zaman ke zaman lainnya, dari satu peradaban ke peradaban lainnya, dari satu sistem politik ke sistem politik lainnya, dari zaman rasul-rasul ke zaman bapak-bapak gereja, hingga ke zaman reformasi dan zaman pembaruan, semuanya dalam tema yang sama, yakni kabar baik tentang keselamatan dan penebusan Yesus Kristus.

Yang Menerima dan yang Mengabarkannya
Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh adalah kelompok Kristen di dunia yang sungguh-sungguh menerima amanat ini. Sejak pergerakannya yang mula-mula di Amerika Serikat, gereja ini telah membuat tema pemberitaan Injil itu menjadi  salah satu pusat kegiatan keagamaan. Pekabaran Injil itu digambarkan bagaikan malaikat yang terbang di tengah langit dan padanya ada Injil yang kekal untuk diberitakannya kepada mereka yang diam di atas bumi dan kepada semua bangsa dan suku dan bahasa dan kaum (Wahyu 14: 6)

Selaku satu gerakan keagamaan yang muncul pada pertengahan abad sebilan belas, ketika umat manusia sedang sibuk membangun peradaban baru, sibuk membangun ideologi, dan sistem politik, serta upaya-upaya mengadakan pembaharuan, peningkatan taraf hidup, dan sistem ekonomi yang beraneka ragam, pada ketika itulah pergerakan global tentang Injil  dikembangkan oleh GMAHK. Semangat misionaris dari mereka yang telah menerima Injil itu berkobar dan  tinggalkan negeri sendiri, Amerika, keluar untuk membawa obor kebenaran itu kepada pelbagai bangsa, suku, bahasa dan kaum di pelbagai pelosok dunia.

Benua Asia dan Timur Jauh adalah Salah Satu Sasaran
Sudah tentu salah satu yang menjadi pusat perhatian adalah benua Asia Sampai pada akhir abad 19, belum tesentuh Injil yang disampaikan oleh GMAHK. Tetapi siapakah yang sedia datang ke benua yang luas itu? Adakah seorang seperti Yesaya pada zamannya (ribuan tahun lalu), tatkala mendengar panggilan Allah dari tahkta-Nya yang kudus, ia  meresponsnya, “Ini aku, utuslah aku!” (Yesaya 6: 8)
Pada zaman ini, siapakah yang sedia menerima panggilan untuk pergi?
Abram LaRue, ketika memasuki usia senjanya, ia telah mengambil tekad akan memenuhi panggilan Kristus untuk pergi memberitakannya. Setelah ia menjadi seorang Adventist di satu desa terpencil di daerah California Utara, semangatnya untuk menginjil sangat berkobar.


Tadinya Abram LaRue adalah seorang berbangsa Amerika yang sejak mudanya memilih karier menjadi pelaut. Mula-mula ia adalah seorang kelasi kapal dagang, kemudian menjadi kapten  yang menempuh rute Amerika Serikat—Hawai dan Hong Kong. Selama puluhan tahun ia telah mengumpulkan kekayaan dan sanggup membeli tanah luas, rumah mewah, mendirikan perusahaan real estate di daerah California, dan menanamkan modalnya di sebuah perusahaan tambang emas. Ia mempercayakan pengelolaan bisnisnya itu kepada seorang temannya. Tetapi di satu ketika terjadi kebakaran yang amat dahsyat. Ia telah kehilangan asetnya. Kemudian menyusul krisis ekonomi yang membuat Abram LaRua kehilangan segalanya. Di saat-saat mengalami kekecewaan yang sangat parah, dan ketika ia hampir putus asa, ia mendengar seolah-olah suara Tuhan ketika melintas di depan satu gereja di Hawai yang sedang melangsungkan Kebaktian Kebangunan Rohani.  Ia menemukan Tuhan saat mendengar  khotbah pendeta. Kekecewaan dan keputusasaannya mulai surut. Ia merasa masih ada harapan di dalam Dia yang  mencintai umat manusia. Kemudian  ia mengambil tekad dan kembali ke Amerika, dan memilih tinggal di satu pedesaan, jauh dari keramaian kota. Di sinilah ia hidup bagaikan seorang petapa. Tetapi di tempat inilah ia telah menemukan kebenaran sejati dari seorang Adventist yang juga tinggal tidak jauh dari rumahnya yang kecil. Atas pengaruh tetangganya itu, ia kemudian dibaptiskan jadi seorang Adventist ketika sedang mengikuti kumpulan tenda, dibawa oleh tetangga yang telah mengajarkan kebenaran itu kepadanya. Sejak itulah ia bersemangat untuk membagikan imannya. Lebih lanjut tentang Abram LaRua, dapat dibaca dalam buku, Bagaikan Arus Cahaya yang Mengelilingi Bumi, hlm. 87-93.


Abram LaRue telah memilih kota pelabuhan Hong Kong sebagai pusat penginjilannya. Ia banyak tahu tentang kota itu. Kemudian ia telah tinggalkan desanya dan berangkat dengan buku-buku dan risalah-risalah terbitan Percetakan Advent.  Semua biaya perjalanan dan juga biaya membeli buku-buku dan risalah-risalah itu adalah atas tanggugannya sendiri.
Pertama-tama ia singgah di Honolulu, dan tinggal beberapa lama di sana sambil membagi-bagikan risalah-risalah berisi pekabaran yang dianut oleh GMAHK. Dari sana ia menuju Hong Kong. Setibanya di Hong Kong, ia menyewa sebuah rumah tempat tinggal dekat pelabuhan. Dari rumah yang kecil inilah ia memulai pekerjaan tahun 1888, dan masuk ke kapal-kapal dan membagi-bagikan risalah dan buku-buku kepada kelasi-kelasi kapal. Itulah awal pekerjaan GMAHK di kota Hong Kong.
Demikian Abram LaRue, di dalam kesederhanaan  telah menyaksikan imannya kepada penduduk kota Hong Kong yang sibuk dagangnya setiap hari, dan di dalam ketekunan ia melaksanakan panggilannya. Ia datang dengan bahan-bahan cetakan. Ia tahu bahan-bahan cetakan adalah bagaikan pendeta yang diam-diam untuk memancarkan terang kebenaran kepada mereka yang berada dalam kegelapan.(Counsels to Writers and Editors, hlm. 111)
Empat belas tahun sisa hidupnya, ia serahkan kepada Tuhan. Ia telah menyalakan obor Injil Tuhannya di pelbagai kota pelabuhan Timur Jauh. Banyak orang telah membaca risalah dan buku-buku yang dibagikannya. Risalah yang dicetak dalam bahasa Cina, telah diterjemahan dari TheSinner’s Need of Christ (Orang Berdosa Memerlukan Kristus), dan yang lainnya, Judgment(Penghakiman), oleh seorang pegawai yang cakap berbahasa Inggris bernama Mok Ma Chun. Risalah-risalah itu telah banyak beredar di kota Hong Kong dan daratan Cina. Chun sendiri telah belajar dari risalah-risalah itu, kemudian telah menerima kebenaran Sabat dan dibaptiskan oleh Pdt. J.N. Anderson, yang oleh surat-surat Abram LaRue ke kantor pusat Gereja Advent Sedunia, kemudian telah mengirim Pdt. J.N. Anderson itu untuk melanjutkan pekerjaan yang telah dirintis oleh  Abram LaRue itu.
Ketikanya pun tiba, Abram LaRue harus melepaskan obor itu dari tangannya, tanggal 26 April 1903, pada usia 81 tahun (1822-1903). Ia telah menghembuskan nafasya yang terakhir di dalam damai, dan tentu berharap bahwa satu hari nanti ia akan kembali memiliki hidupnya. Ia dikuburkan di satu pekuburan di kota Hong Kong.
Abram LaRue telah meninggalkan semangat penginjilan kepada mereka yang mencintau Kristus. Adakah yang sedia melanjutkannya?
Pdt. Ralph Waldo Munson dari Amerika Serikat, dan Petra Tunheim dari Australia telah menangkap sinyal. Mereka telah berucap seperti Yesaya, “Ini aku, utuslah aku!”
Pdt. Ralph Waldo Munson dan Immanuel Siregar
Hindia Belanda (sekarang Indonesia) adalah satu jajahan negeri Belanda sejak zaman VOC (Verenigne Oost Indische Company) hingga bubarnya tahun 1799 Sejak itu, negeri Hindia Belanda menjadi daerah rebutan bangsa-bangsa Eropa, antara Inggris dan Francis, ketika perusahaan dagang Inggis yang berpusat di Calcutta sangat berkuasa di lautan. Demikian perebutan itu terjadi di antara Inggris dan Belanda di wilayah Hindia Belanda, dan ketidakakuran di antara kedua bangsa itu terus berlanjut kemudian. Bahkan sering Belanda menanamkan kebencian kepada Inggris, dan sekutu dekatnya Amerika Serikat. Tidak heran, ketika agama Kristen Protestan yang jadi agama pemerintah Belanda di Batavia, izin kerja untuk Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh tidak diberikan.
Pdt. Ralph Waldo Munson, asal Amerika, telah tiba di kota Padang akhir tahun 1899, dan resmi membuka penginjilannya di kota itu tahun 1900,  hingga lima tahun pelayanannya, ia tidak mendapat izin kerja membawa kabar Injil di kota itu, kecuali membagi-bagi risalah atau menjual buku-buku kesehatan, menyelenggarakan sistem pengobatan therapi air, dan membuka Sekolah Bahasa Inggris untuk anak-anak Tionghoa. Ia tidak sempat mewujudkan impiannya untuk menginjili Tanah Batak yang menjadi salah satu tujuannya. Samuel Munson yang mati dibunuh di Tanah Batak tahun 1834, adalah keluarga dekatnya. Justru kehadirannya di Sumatra adalah untuk menobatkan orang-orang Batak yang pada ketika itu terkesan “kanibal” (pemakan sesamanya) di Amerika. Tetapi Tuhan punya jalan lain di dalam mewujudkan maksud-Nya.
Dimulai dari Sekolah Raja Narumonda, Porsea, Sumatra Utara di mana beberapa orang siswa merasa tidak pas dengan sistem pendidikan gereja (dalam hal ini RMG yang begaya Jerman). RMG adalah badan mision Jerman, Rheinish Mission Geselshaft yang telah membuka penginjilan di Tanah Batak. Sekolah Raja di Narumonda adalah di bawah pengawasan RMG, dan sistem kepemimpinan di      dalam menjalankan sekolah itu tidak mengarah ke    persiapan jadi pemimpin masa depan, melainkan hanya mendidik siswa bidang ketrampilan (vocational) dan untuk jadi pegawai rendahan di kemudian hari. Tiga tokoh utama yang menghendaki pembaharuan pendidikan telah muncul, bernama M.H. Manullang, Gayus Sihite, dan Immanuel Siregar (The Batak Blood and Protestant Soul, hlm. 149, 150)
Mereka tinggalkan lembaga pendidikan Sekolah Raja itu dan mendirikan surat kabar, Binsar Sinondang Batak (Matahari Terbit Batak). Surat kabar ini terkenal sangat progresif menentang kelaliman, dan sistem pemerintahan Belanda. Seringkali pemimpin redaksi dan penulis dalam surat kabar itu ditangkap polisi dan dihadapkan ke pengadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar