Pdt. Benny Tambunan-Ibu Novi Tambunan and Alpian Hutabarat-Bunga Hutabarat
Alpian Hutabarat. and Bunga Hutabarat
Benny Tambunan & Novi Tambunan
Bunga Roselina at Anyer Beach
Alpian Hutabarat Memimpin diskusi Sekolah Sabat
Alpian Hutabarat & Bunga Roselina Pandiangan
Banner Reatreat GMAHK Jemaat Jambrut

Selasa, 22 Agustus 2023

Mukjizat di Abad ke-10, Gunung Mokattam di Kairo, bisa berpindah sejauh 3 km sebagai pembuktian Injil Matius 7:20

 

Mukjizat di Abad ke-10, Gunung Mokattam di Kairo, bisa berpindah sejauh 3 km sebagai pembuktian Injil Matius 7:20


"Ia berkata kepada mereka: ”Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, – maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu."

- Matius 17:20 TB




Sejarah Gereja Sampah di Mesir


Gereja Sampah di Cairo

Tersembunyi di balik pemukiman kumuh di Mesir, terdapat sebuah gereja yang disebut dengan Gereja Sampah. Penamaan itu melihat letaknya yang tidak jauh dari pemukiman kumuh. Namun, gereja itu juga indah. Unik!


Simon The Tanner Church adalah nama lain dari Gereja Sampah, Simon The Tanner sendiri adalah seorang santo yang hidup pada jaman itu yang juga merupakan seorang penyamak kulit. Pemberian nama Simon The Tanner Church sendiri didedikasikan kepada Santo Simon si penyamak kulit.


Gereja Sampah atau yang biasa disebut Gereja Mukjizat di bukit Mukattam ini merupakan Gereja Koptik tua atau Koptik Ortodoks dengan sejarah yang sangat menarik. Belasan ribu pemulung hidup di sana dengan mengais sampah dan hidup dari sampah. Namun bagi penduduk sekitar, Gereja Sampah ini memancarkan “bau harum”. Keharuman Kristus terpancar lewat kehadiran dan kesaksiannya. Pelayanan jemaatnya telah membawa banyak pemulung mengenal Kristus dan mendapatkan pegangan hidup. Setiap minggu mereka beribadah di situ. Memuliakan Tuhan di tengah himpitan kemiskinan dan teladan kasih yang ditunjukkan lewat berbagai bantuan baik moral maupun material yang diberikan bagi mereka.


Untuk mencapai gereja yang besar dan luas itu, kita harus melewati pemukiman kumuh tempat tinggal para pemulung sampah. Namun, begitu sampai di sana kita akan terkagum-kagum karena gereja ini terbuat dari gunung batu yang dipahat, yaitu gunung Mukhatam/Moqattam. Mereka bisa dikatakan suatu kalangan yang tak tersentuh. Ada hampir sekitar 50.000 orang jumlah penduduk mereka, mereka hampir seluruhnya memeluk keyakinan Kristiani, dan mereka benar-benar hidup dalam kesedihan. Lokasi yang berpenduduk 50.000 orang ini sangat beraroma bau busuk yang luar biasa karena dihasilkan dari kumpulan sampah-sampah dari seluruh kota, sampah-sampah ditumpuk bersama dan disinari terik matahari dalam suhu yang amat panas. Namun orang-orang pemukim disitu yang mayoritas Kristiani menyelesaikan pekerjaan mereka, sebagian besar dengan senyum di wajah mereka.


Gua Gereja Sampah ini terdiri dari 3 set gua Berbentuk tribun stadion dengan atap batu gunung. Yang terbesar dikatakan dapat menampung 10.000 orang, yang di tengah berkapasitas sekitar 2.000 orang dan yang terkecil sekitar 200 orang. Gereja yang terletak di sebelah tenggara Kairo ini merupakan bukti mukjizat yang pernah terjadi di zaman lampau. Sebuah pegunungan yang bernama Gunung Mokatam berpindah tempat sejauh 3 km.


SEJARAH

Pada abad 10M, Mesir berada di bawah kekuasaan Kekhalifahan dari sekte Fatimiyah yang menyebarkan agama baru, Islam, di Mesir dimana penduduknya waktu itu beragama Kristen Koptik dengan pusat keagamaan (Patriak) berada di Alexandria dan dipimpin oleh Patriak (sejajar dengan posisi Paus di Vatican, Roma) bernama Abraam.

 

Khalifah Fatimiyah pertama yang memimpin bernama Al-Muizz. Khalifah ini sedang memperbesar kekuasannya dengan mambangun sebuah kota baru di tanah Mesir dan Khalifah ini juga senang mengundang agama-agama lain yang ada di Mesir untuk berdebat, dan Khalifah orang yang sangat fair dan sangat menghargai ajaran agama-agama lain seperti Kristen dan Yahudi.


Ada orang yang tidak senang dengan kedatangan Khalifah yaitu Ibnu Killis. Sebelum Mesir jatuh ke tangan Khalifah, jabatan Ibnu Killis saat itu adalah sebagai Gubernur. Namun dengan datangnya Khalifah menguasai Mesir, maka Ibnu Killis pun mencoba untuk menyelamatkan diri dan jabatannya, dengan cara ikut membantu melancarkan dan menyukseskan proses penguasaan Mesir ke tangan Khalifah. Bahkan untuk merebut hati sang Khalifah, dia tidak segan-segan merubah kepercayaannya dari seorang pengikut Kristus (Kristen Koptik) menjadi seorang Muslim.


Ibnu Killis memberi tahu kepada Khalifah bahwa ada ayat di kitab orang Kristen di Perjanjian Baru Injil Matius 17:20 yang berbunyi : ‘Ia berkata kepada mereka: “Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, –maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu’.


Sang Khalifah memanggil Patriak Abraam bin Zara untuk meminta konfirmasi atas ayat tersebut. Patriak datang dan membenarkan adanya ayat tersebut seperti yang tertulis dalam injil Matius 17:20 pada Alkitab Perjanjian Baru. Lalu sang Khalifah meminta kepada Patriak untuk membuktikan kebenaran ajaran iman Kristen seperti apa yang tertulis dalam ayat tersebut. Apabila tidak berhasil membuktikannya sesuai dengan apa yang tertulis pada ayat tersebut, maka seluruh umat Kristiani di Mesir akan mendapatkan 3 macam ultimatum yaitu: pertama, seluruh umat Kristiani di Mesir harus meninggalkan ajaran Iman Kristennya dan berpindah agama sebagai pemeluk agama Islam; kedua, apabila tetap mempertahankan keimanan Kristennya, maka umat Kristen harus berpindah keluar dari tanah Mesir ke daerah/ negara lainnya; ketiga, apabila (1) dan (2) tidak dipenuhi, maka umat Kristen akan langsung berhadapan dengan pedang! Ini sama artinya dengan kematian bagi orang-orang Kristen Koptik!


Sang Patriak langsung berdoa dan meminta kepada TUHAN untuk membimbingnya dalam menghadapi masalah tersebut. Setelah selesai berdoa, sang Patriak kemudian meminta waktu tiga hari untuk menjawab sekaligus membuktikan kepada sang Khalifah atas kebenaran ajaran Iman Kristen.


Sang Patriak lalu bergegas meninggalkan sang Khalifah dan pergi ke Gereja Al-Mu’allaqah/ Gereja Gantung (Hanging Curch) di Babylon (sekitar daerah kota Kairo lama). Gereja ini dipercaya sebagai tempat tinggal Keluarga Kudus selama pelarian mereka ke tanah Mesir dari kejaran Herodes (Matius 2:13-14, 19).


Patriak kemudian mengumpulkan para Uskup, pembantu Uskup, dan para biarawan, serta menyerukan kepada seluruh umat kristiani di Mesir untuk mulai saat itu juga berdoa dan berpuasa selama 3 hari ke depan. “Kita harus berdoa dan berpuasa selama tiga hari ini agar supaya Tuhan memberikan ampunan dalam kemegahan-Nya dan memberikan petunjuk-Nya untuk menghadapi masalah ini”.


Tepat saat fajar mulai menampakkan sinarnya di ufuk Timur pada hari ketiga, yaitu hari yang dijanjikan Patriak untuk menjawab permintaan sang Khalifah, Patriach Abraam bin Zara mendapatkan mimpi berjumpa dengan Bunda Maria yang menyarankan untuk menemui seseorang di dekat jembatan besi. Patriak bergegas menjumpai orang tersebut yang ternyata adalah seorang yang cacat mata (hanya tinggal satu mata saja yang masih bisa digunakan) bernama Simon, profesi Simon saat itu adalah penjemur kulit binatang di perusahaan penyamakan kulit.


Simon terkejut atas mimpi Patriak Abraam bin Zara yang justru menyatakan bahwa dari dirinyalah “jawaban atas persoalan hidup matinya orang-orang Kristen Koptik Mesir ditentukan”. Padahal dia sendiri berpendapat bahwa dirinya adalah orang yang tidak layak dihadapan Tuhan karena banyaknya dosa yang telah dia lakukan dalam seluruh kehidupannya. Namun sang Patriak tetap bersikukuh atas pesan yang dia dapatkan tersebut, sehingga akhirnya Simon luruh hatinya. Kejadian yang aneh tiba-tiba terjadi pada diri Simon yang seolah-olah mendapatkan jawaban dari sorga tentang persoalan tersebut. Simon kemudian meminta syarat kepada sang Patriak agar apa yang sudah terjadi saat itu, tidak boleh diketahui oleh siapapun selama masa hidupnya. Sang Patriak menyetujui syarat yang diminta Simon.

 

Patriak lalu memberitahu sang Khalifah bahwa dia telah siap menjawab permintaan sang Khalifah dan mengundang Khalifah untuk pergi ke sisi timur dari gunung Muqattam. Patriak membawa serta seluruh bawahannya serta seluruh jemaat (termasuk sant.Simon sang penjemur kulit) berjalan ke arah gunung tersebut, sementara sang Khalifah berangkat bersama beberapa pembantu terdekatnya termasuk Ibnu Killis, Moses rekannya orang Yahudi, serta Ibnu Mina dan seluruh prajuritnya bergerak ke arah sisi lain gunung menempati posisi yang saling berhadapan dengan rombongan sang Patriak.


Setelah semua kelompok sudah berada pada posisi masing-masing, sang Patriak memulai upacara keagamaan diawali dengan sakramen kudus, lalu berkumandanglah “KYRIE ELEISON… KYRIE ELEISON…!” ( TUHAN kasihanilah kami… TUHAN kasihanilah kami…!) berkali-kali yang diserukan dengan keyakinan iman yang penuh dan teguh! Begitu kuatnya keyakinan para pengikut Kristus sehingga sanggup menghadirkan suasana yang begitu kudus.


Setelah 400 kali ‘Kyrie Eleison’ dikumandangkan ( 100 kali menghadap timur, 100 kali mengadap barat, 100 kali menghadap utara dan 100 kali menghadap selatan ), suasana hening kembali untuk beberapa saat, lalu seluruh umat Kristus melakukan sujud sejenak kemudian bangkit berdiri dan sang Patriak memberikan tanda salib ke arah gunung. Pada saat itulah keajaiban terjadi! Gunung tiba-tiba bergerak terangkat dari permukaan tanah sehingga sinar matahari bisa terlihat dari celah-celah antara dasar gunung yang terangkat tersebut dengan permukaan tanah! Kemudian mereka berdoa terus….. dan pegunungan timur Mokattam berpindah kesebelah barat dengan jarak 3 kilo meter dari Kota Cairo.


Sang Khalifah dan para pengikutnya menjadi terbelalak, takjub, dan sangat ketakutan menyaksikan keajaiban yang sedang berlangsung tersebut. Sang Khalifah langsung berteriak sekuat tenaga mengucapkan ‘Allah Maha Besar; Puji syukur atas namaNya’ dan langsung pergi menuju tempat Patriak dan umat Kristus, meminta Patriak untuk menghentikan apa yang sedang Patriak dan umat Kristus lakukan, karena kuatir terhadap kota yang sedang dibangun akan hancur total akibat goncangan gempa yang ditimbulkannya.


Setelah semuanya kembali tenang, sang Khalifah kemudian mengaku ke Patriak Abraam: “Anda sudah membuktikan kebenaran Iman Kristen Anda!”. Setelah itu, Khalifah dihinggapi dengan rasa takut dan memeluk hangat Patriak Abraam dan ini adalah awal baru bagi persahabatan yang baik di antara mereka.


Setelah Khalifa ini melihat mujizat Tuhan maka ia merasa bahwa pekerjaannya yang ia geluti selama ini tidak ada artinya dihadapan Tuhan, akhirnya ia menyerahkan dirinya untuk mengikuti Tuhan, kemudian hari berikutnya dia dibaptis menjadi orang kristen dan namanya berubah menjadi Stefanus. Untuk menghindari protes orang lain maka Stefanus pindah ke padang gurun. Cerita ini telah tercatat dalam sejarah bangsa Mesir dan bahkan menceritakan mengapa sampai Khalifa pindah ke padang gurun dan sampai mati melayani Tuhan. 


Khalifa yang menjadi Stefanus dikuburkan di antara jalan Cairo dan Alexandria yang lokasinya disebut Aldi Allmakrun tetapi ada juga yang mengatakan bahwa tulang belulangnya dipindahkan ke Gereja Gantung / Al-Mu’allaqah (Hanging Curch) di Babylon (sekitar daerah kota Kairo lama) tetapi tidak ada dokumen yang menceritakan dengan jelas atas kejadian ini.


Menakjubkan bukan ?


Ada sebuah gunung yang bernama gunung Mokattam di Mesir yang bisa berpindah posisinya sejauh 3 km . Sebab tidak ada yang mustahil bagi orang percaya ! Amin.


Sumber: WA Group